Monday, December 13, 2010

[Hukum-Online] Lord of Ring.. Keep it secret..yah keep it safe.. ada apa dibalik kebodohan AS ?

 

menarik tema Ring of Ring...bukan Palapa Ring tapi Lord of the Ring soal Jaga RAhasia... keeping secret... sebagai berikut:
---

 Perlu mendengarkan kebijaksanaan Gandalf. "Keep it secret. Keep it safe," kata Gandalf kepada Frodo dalam The Lord of the Rings :-)


kalau versi RI... tiada dusta diantara kita... atau versi lain...kalo ada dusta..bikin dusta tandingan eh kawat yg heboh   (deceptions) ...   kata pak Hendro dibawah ini ... :-)

biar tambah binun :-)
Lalu apakah AS memang bodoh ... seperti yang diduga pada artikel dibawah ini... atau pura pura bodoh... atau pembodohan atau masa bodoh... so what is next dan lebih besar dari semua kebodohan berdemokrasi dan berliberalisasi ria ini...dengan kilik kilik wikilik  he..eh..he...   salam, rr - apw/ mastel ukm
---

WikiLeaks dan Rezim Informasi
Selasa, 14 Desember 2010 | 03:34 WIB

Oleh Kusnanto Anggoro

Dokumen-dokumen yang dipublikasikan WikiLeaks merupakan tantangan serius bagi rezim informasi, jauh lebih besar dibandingkan dengan sekadar implikasinya atas ketegangan baru di beberapa kawasan. Rezim keterbukaan informasi dihadapkan pada sejumlah persoalan etis.

Rezim perlindungan informasi dihadapkan pada tuntutan perubahan yang lebih mendasar, termasuk pada tataran strategis dan paradigmatik. Arcana imperii atau kerahasiaan negara harus berakhir. Namun, negara tetap menggenggam kewajiban melindungi beberapa jenis informasi.

Ancaman WikiLeaks

WikiLeaks telah menyebarkan melalui situsnya berbagai dokumen penting. Afghan War Diary (April) dan Iraq War Logs (Oktober) mengungkap banyak hal, termasuk kekejaman tentara Amerika Serikat di negara-negara itu. Cablegates (Desember) menyingkap berbagai catatan diplomatik.

"Permintaan Raja Fahd (Arab Saudi) agar Amerika menyerang Iran", "perubahan sikap Beijing atas konflik di Semenanjung Korea", dan "dukungan Pakistan kepada Taliban" hanya sebagian dari informasi yang dapat membawa persoalan baru dalam hubungan internasional.

Perintah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton agar diplomat-diplomat AS mencatat jati diri para diplomat asing di suatu negara bisa dipastikan menimbulkan konundrum bagi hubungan luar negeri AS, termasuk dengan rekan aliansinya. Hal serupa berlaku bagi laporan dan analisis situasi sejumlah kantor perwakilan AS yang dikirim ke Washington. Karena yang disebut belakangan ini saja, nasib para pegiat demokrasi, pejuang hak asasi manusia, dan pelantun antikorupsi dipertaruhkan.

Tak seorang pun meragukan pentingnya transparansi dalam membangun pemerintahan demokratis. Kalau pengambilan keputusan dibicarakan lebih dulu di ruang publik, Perang Vietnam mungkin tidak perlu berlangsung terlalu lama atau memperoleh dukungan publik.

Washington mungkin juga memperoleh dukungan publik atas operasi militernya untuk menumbangkan rezim Taliban di Afganistan dan Saddam Hussein di Irak, kecuali sejauh mengenai operasi-operasi yang nyata-nyata melanggar hukum perang dan norma kemanusiaan.

Kalau seandainya Joseph Stalin mengetahui rencana pengkhianatan Hitler terhadap Pakta Molotov-Ribbentrop (1939), Operasi Barbarossa (1941) pasukan-pasukan Jerman tidak meninggalkan bekas traumatis bagi Rusia setelah Perang Dunia II. Kalau Teheran dan Pyongyang patuh pada ketentuan keselamatan nuklir, reaktor Iran dan Korea juga tidak perlu mengundang nuklirisasi Timur Tengah atau Semenanjung Korea.

Transparansi radikal

Legitimasi transparansi memerlukan sumber yang dapat dipercaya, tujuan (politik) yang jelas, maupun kendali atas risiko buruk yang dapat ditimbulkannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika anonimitas sumber yang selama ini memasok informasi kepada WikiLeaks menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi ideologi transparansi radikal yang selama ini diperjuangkan Julian Assange, pemimpin WikiLeaks.

Tanpa sumber yang dapat diverifikasi, transparansi dapat juga digunakan untuk sekadar politik kekuasaan.

Dapat dipersoalkan pula apakah Assange tidak melanggar moralitas demokrasi dengan menyebut nama-nama pejuang demokrasi. Mereka dapat menjadi sasaran operasi intelijen aparat keamanan di negara-negara otoriter, seperti China, Kuba, dan Rusia.

Entah berapa banyak lagi aktivis Rusia akan menjadi korban mengikuti jejak Anna Palitkovskaya (2006) atau Natalia Estemirova (2009). Tak kurang dari 100 "informan" Amerika Serikat berkebangsaan Afganistan kini menjadi sasaran tembak Taliban. Kalau itu terjadi, WikiLeaks bukannya tidak harus memikul tanggung jawab.

Strategi penyebaran informasi yang dipilih Assange mengaburkan apakah tujuannya murni untuk membuka ruang keterbukaan atau sekadar "holiganisme informasi". Beberapa orang menyebut WikiLeaks menjalankan machiavelisme transparansi. Persoalan ini saja konon telah menimbulkan perpecahan di kalangan WikiLeaks. Herbert Sorrensen (dan Daniel Domscheit-Berg) mengundurkan diri dan akan membangun situs baru di Reykjavik (Eslandia).

Tiadanya legitimasi dan strategis yang arif itu mendorong kembali rezim ketertutupan di beberapa negara. Biro Keamanan Khusus China konon telah menangkap ratusan peretas komputer. Di Amerika Serikat, Senator Joseph Lieberman (Connecticut) memprakarsai legislasi untuk mempermudah pemidanaan bagi mereka yang dianggap membocorkan rahasia negara. Pentagon dan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat juga melarang tentara, mahasiswa, dan warga negara membicarakan kasus WikiLeaks.

Rezim informasi

Padang Kurusetra baru sedang berlangsung, kali ini antara "negara siber" dan "pemerintahan negara". Perang asimetris antara, menggunakan istilah Daniel Perry Barlow (proklamator negara siber satu setengah dasawarsa silam), "kekuatan daging dan tulang baja negara industri modern" melawan "kekuatan nalar budi dari atas angin".

Serangan Wiki baru melakukan sebagian saja dari apa yang dapat dilakukan negara siber. Tidak tertutup kemungkinan eskalasi ke arah yang lebih gawat, misalnya sabotase sasaran-sasaran strategis milik negara maupun perusahaan-perusahaan besar.

Tantangan serius untuk menuangkan gagasan transparansi ke dalam rezim informasi. Istilah "informasi publik" dengan sendirinya mengakui adanya informasi nonpublik, yaitu informasi yang tidak secara langsung memengaruhi keselamatan sebagian besar warga masyarakat, tetapi diperlukan untuk penyelenggaraan fungsi negara.

Transparansi juga bukan sesuatu yang tanpa diferensiasi. Dengan persyaratan tertentu, dan kecuali menyangkut impunitas negara, misalnya, di bidang pelanggaran hak-hak asasi manusia dan korupsi, sistem demokratis membenarkan "transparansi sebagian".

Karena itu, bukan tidak mungkin menempatkan rezim keterbukaan informasi (publik) berdampingan dengan rezim perlindungan informasi nonpublik yang oleh Pacivis (Universitas Indonesia) disebut sebagai "informasi strategis tertutup".

Diskusi tentang RUU Rahasia Negara perlu mendengarkan kebijaksanaan Gandalf. "Keep it secret. Keep it safe," kata Gandalf kepada Frodo dalam The Lord of the Rings karya Peter Jackson.

Kusnanto Anggoro Alumnus Universitas Indonesia dan Universitas Glasgow, Skotlandia; Pengajar pada Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta

=====

NTELIJEN DAN WIKILEAKS
Ada Apa di Balik "Kebodohan" AS?
Selasa, 14 Desember 2010 | 03:37 WIB

Berbagai fakta tentang diplomasi Amerika Serikat yang terungkap dalam bocoran kawat diplomatik rahasia di WikiLeaks bukan satu-satunya hal yang menarik perhatian. Pengamat intelijen tertarik dengan bagaimana kebocoran bisa terjadi dan reaksi Pemerintah AS yang terkesan tidak wajar.

Larangan pegawai negeri AS membaca bocoran kawat tersebut di internet, yang disertai ancaman pemecatan, dan penangkapan pendiri WikiLeaks Julian Assange atas tuduhan pelecehan seksual, menurut mantan Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, adalah reaksi kurang cerdas. "Saya heran dengan sikap AS yang seperti kebakaran jenggot. Strategi penangkapan Julian Assange itu adalah strategi kuno yang kampungan," kata dia.

Menurut Hendropriyono, negara sebesar AS seharusnya memiliki prosedur standar untuk merespons kebocoran rahasia seperti ini. "Mengapa mereka tak melakukan deception (pengecohan) dengan membocorkan kawat-kawat yang seolah-olah asli, tetapi isinya lebih heboh dan bertentangan dengan kawat yang sudah bocor itu? Itu akan membingungkan publik dan sangat mudah dilakukan," kata dia.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana bisa negara dengan teknologi secanggih AS bisa kebobolan data rahasia sebanyak itu? Thomas Blanton, Direktur National Security Archives, sebuah lembaga riset swasta di George Washington University, AS, mengatakan, masalahnya terletak pada sistem klasifikasi kerahasiaan di pemerintahan AS.

"Kita (Pemerintah AS) menjalankan sistem yang menyimpan terlalu banyak apa yang (diklasifikasikan sebagai) rahasia, jadi kita justru tak bisa melindungi rahasia yang sesungguhnya," tutur Blanton.

Dalam bocoran WikiLeaks, beberapa kawat yang dilabeli "rahasia" ternyata memuat informasi umum, seperti Kanada adalah teman setia AS.

Banyaknya dokumen rahasia yang harus disimpan ini pada gilirannya membutuhkan banyak orang untuk mengelolanya. Majalah The Economist menyebut, di AS ada sekitar 900.000 orang yang memiliki otorisasi mengakses data rahasia itu.

Dari kasus WikiLeaks ini, banyak hal yang bisa dipelajari oleh Indonesia. Hendropriyono mengatakan, pemerintah dan DPR bisa belajar dari kasus WikiLeaks ini untuk menuntaskan RUU Rahasia Negara yang terkatung-katung.

Hal senada disampaikan Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Shiddiq. "Kasus-kasus pembocoran rahasia negara di dunia maya, seperti dilakukan WikiLeaks, harus diantisipasi, harus dimasukkan dalam RUU Rahasia Negara," ujar Mahfudz, yang menganggap kasus WikiLeaks ini adalah sebuah operasi intelijen. (AP/DHF/NTA)




---
ref: http://www.micronics.info http://www.java-cafe.net http://www.apwkomitel.org http://www.facebook.com/people/Rudi-Rusdiah/651699209
---

__._,_.___
Recent Activity:
SARANA MENCARI SOLUSI KEADILAN HUKUM DI INDONESIA
Mailing List Hukum Online adalah wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkonsultasi untuk saling membantu sesama. Isi diluar tanggung jawab Moderator.

Sarana berdiskusi dengan santun, beretika dan bertanggung-jawab serta saling menghargai dan tidak menyerang hasil pemikiran orang / pendapat orang lain.

Salam Hukum Online
MARKETPLACE

Find useful articles and helpful tips on living with Fibromyalgia. Visit the Fibromyalgia Zone today!


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.


Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

No comments:

Google