Wednesday, January 12, 2011

[Hukum-Online] Sofjan Wanandi : Pertumbuhan Industri Terganggu Kebijakan Pemerintah yang Tidak Konsisten. Dasar SBY Peragu!

 

Sofjan Wanandi : Pertumbuhan Industri Terganggu Kebijakan Pemerintah yang Tidak Konsisten. Dasar SBY Peragu!
 
JAKARTA, RIMANEWS- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, saat memaparkan evaluasi kinerja 2010 dan rencana kerja Apindo tahun depan, di Jakarta, Senin (20/12/2010) mengatakan Pertumbuhan industri dalam negeri masih tersendat oleh masalah klasik. Mulai dari kurangnya daya dukung infrastruktur, mahalnya suku bunga bank, hingga tumpang tindih peraturan antarinstansi. Hampir seluruh hambatan yang dihadapi tersebut bersumber dari inkonsistensi pemerintah dalam merealisasikan kebijakan yang hanya ideal di atas kertas.
 
"Karena itu boleh dikatakan rendahnya pertumbuhan sektor industri manufaktur tahun ini yang berada di kisaran 4,8% disebabkan pemerintah tidak banyak membantu, bahkan cenderung lebih banyak mengganggu dengan berbagai manuver politik yang tidak mendukung pertumbuhan industri nasional," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi.
 
Menurutnya, klaim pemerintah yang menyatakan pertumbuhan investasi industri hampir 6% dengan nilai Rp200 triliun tidak mencerminkan kebangkitan industri dalam negeri secara keseluruhan.
 
"Karena investasi itu mayoritas masuk ke sektor eksploitasi sumber daya alam (SDA), seperti pertambangan maupun perkebunan sawit. Sektor layanan (service industri) seperti telekomunikasi, perbankan dan perumahan. Sektor-sektor ini tidak mampu menyerap tenaga kerja yang banyak (low labor intensive industry), tidak menghasilkan nilai tambah produk (added value) sehingga tidak berdampak pada penyerapan tenaga kerja nasional," ujar Sofjan.
 
Meski terdapat investasi di sektor manufaktur, hal tersebut lebih banyak terserap untuk menambah permodalan guna perluasan ndustri yang sudah ada (capital intensive industry). "Jadi yang masuk sifatnya bukan investasi baru tetapi penambahan kapasitas produksi untuk industri yang ada. Misalnya Toyota menambah kaspaitas roduksi kendaraan, demikian halnya dengan sektor elektronik," ujar Sofjan.
 
Hal lain, imbuhnya investasi yang masuk hanya berupa investasi jangka pendek di pasar modal (short term money). "Mereka orientasinya jangka pendek, hanya mengejar keuntungan sesaat, jadi tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan industri manufaktur. Kita paling rendah pertumbuhannya dibanding negara Asean lain yang rata-rata sekitar 8%," tukasnya.
 
Menurutnya masalah klasik terkait kepastian hukum dan keamanan, tidak adanya pertumbuhan infrstruktur, konsistensi aturan yang tidak sinkron antara konsep dan pelaksanaa, masalah lahan hingga koordinasi pusat dan daerah masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak pernah terselesaikan.
 
Ia mencontohkan, revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan tidak ada titik temu meski sduah dibentuk tim negosiasi pemerintah, serikat pekerja dan pengusaha. Misalnya Dewan Pengupahan di Jawa Barat, Jakarta dan Banten sudah menyetujui kenaikan upah 7,5% dan kenaikan upah sektoral di atas 5%. Yang terjadi keduanya dinaikkan masing-maasing 15% oleh ketiga Gubernur. Padahal yang mampu memenuhi tuntutan ini hanya perusahaan besar, jadi hanya 30% pekerja yang menikmati dan sisanya tetap di bawah upah minimum propinsi (UMP).(MI/ian)
 

__._,_.___
Recent Activity:
SARANA MENCARI SOLUSI KEADILAN HUKUM DI INDONESIA
Mailing List Hukum Online adalah wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkonsultasi untuk saling membantu sesama. Isi diluar tanggung jawab Moderator.

Sarana berdiskusi dengan santun, beretika dan bertanggung-jawab serta saling menghargai dan tidak menyerang hasil pemikiran orang / pendapat orang lain.

Salam Hukum Online
.

__,_._,___

No comments:

Google