Thursday, June 24, 2010

[Hukum-Online] ke G20 ikut yuk? Re: paradigma Indonesia mengenai pelayanan kesehatan RS Publik..apa perlu intervensi?

 

From: "syamsuanwar@yahoo.com" <syamsuanwar@yahoo.com>
Subject: [dpr-ri] Re: [APWarnet] paradigma Indonesia mengenai pelayanan kesehatan RS Publik..apa perlu intervensi?


Beginilah kalau kita dalam membangun yang sdh kehilangan arah yaitu dengan melupakan cita-cita yang terkandung dalam PANCASILA DAN UUD 1945.
Masyarakat sdg menunggu terjadinya perubahan yang bersifat significan, mungkin dengan revolusi.
Salam Syamsu Anwar.
---
[rr] tgif pak syamsu... ikut prihatin yah :-)
anyway...pejabat kita lagi rame rame ke G20 dulu... ikut yuk :-)
---

Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: <rrusdiah@yahoo.com>
Sender: APWKomitel@yahoogroups.com
Date: Thu, 24 Jun 2010 19:01:07 -0700 (PDT)
To: <apwkomitel@yahoogroups.com>; <Hukum-Online@yahoogroups.com>
ReplyTo: APWKomitel@yahoogroups.com
Cc: <dpr-ri@yahoogroups.com>
Subject: [APWarnet] paradigma Indonesia mengenai pelayanan kesehatan RS Publik..apa perlu intervensi?

 

ideologi pun beralih dari liberal kolonialisme di era VOC dan belanda...masih terlihat nuansa sosial bagi pribumi dan pegawai...terutama RS kristen dan yayasan...
kemudian sosialis... ketika era Orde Lama... mengikuti paham pancasila dan UUD 1945...Orde Baru sudah mulai terasa sedikit berubah... liberal meskipun masih belum terlalu komersial...

namun ketika reformasi... menjadi kapitalisme global dan neo liberal... asing boleh masuk...sangat komersial dan modal / kapital besar... hilang lah ideologi pancasila dan UUD 1945 dan memperoleh kesehatan menjadi mahal dan tidak terjangkau oleh orang miskin dan tidak kaya padahal majoritas banyak yang miskin...

apakah pemerintah perlu intervensi.. . coba tanyakan sama bu Fadilah saja mantan Menkes... entah kalo bu Endang Menkes yang baru bagaimana pandangan soal kapitalisme global dan liberalisme ini ?
bandingkan dengan Amerika Obama yang sosialis dengan UU Kesehatannya, dimana Obama mati matian ingin memenuhi janji kampanyenya utk memperhatikan kelas bawah...... padahal AS semestinya sangat kapitalisme global dan liberal apalagi di era Bush sangat realist...

sedikit dari pandangan perspektif international relations

tgif ...dan gimana menurut teman teman salam, rr - apw
---
RS PUBLIK- Pemerintah Perlu Intervensi - Jumat, 25 Juni 2010 | 03:12 WIB

Oleh Laksono Trisnantoro

Apakah intervensi pemerintah di sektor rumah sakit dibutuhkan lebih banyak lagi untuk menjangkau berbagai kelompok masyarakat?

Pelayanan rumah sakit (RS) di Indonesia dimulai sejak awal keberadaan VOC pada dekade ketiga abad ke-17. Sampai akhir abad ke-19, pada dasarnya RS di Indonesia merupakan RS militer yang secara eksklusif hanya menjangkau anggota kesatuan militer dan pegawai VOC atau pegawai pemerintah orang Eropa maupun pribumi. Sementara itu, orang sipil yang berhak mendapatkan pelayanan RS hanya orang Eropa atau penduduk non-Eropa yang secara yuridis formal disamakan dengan orang Eropa.

Penjangkauan pelayanan RS kepada orang pribumi dipelopori oleh RS Kristen. Dalam perkembangannya, beberapa organisasi sosial-keagamaan lain, seperti ordo-ordo Katolik dan organisasi masyarakat sipil seperti Muhammadiyah, mendirikan RS sederhana dalam bentuk pelayanan kesehatan umum. Dana untuk pelayanan bagi masyarakat miskin berasal dari sumbangan masyarakat, gereja, dan dari pemerintah kolonial.

RS publik vs privat

Pada awal abad ke-21 ini, RS di Indonesia berkembang pesat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dikenal RS publik dan RS privat. RS publik terdiri atas RS pemerintah dan RS swasta nirlaba yang berbentuk yayasan atau perkumpulan. RS privat adalah RS swasta yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir, jumlah RS swasta meningkat lebih cepat dibandingkan dengan RS pemerintah (lihat grafik).

Secara lebih rinci, RS berbentuk PT (mencari untung) meningkat sangat pesat. Dari 34 RS pada tahun 1998 menjadi 85 RS pada 2008. Persentase RS berbentuk PT dibandingkan dengan seluruh RS swasta naik dari sekitar 7 persen menjadi 18 persen. Rumah sakit-rumah sakit berbentuk PT cenderung menjangkau kelompok pasar menengah-atas. Mereka berdiri terutama di Jabotabek, Sumatera Utara, Riau, dan di sejumlah provinsi yang kuat kegiatan ekonominya. Tahun 2002 sampai dengan 2008, ada penambahan 25 RS berbentuk PT dari bentuk yayasan. Sebaliknya hanya 5 RS berbentuk PT menjadi yayasan.

Rumah sakit yayasan dan perkumpulan pada tahun 1998-2004 berkembang pesat dari 434 RS menjadi 538 RS, tetapi dalam lima tahun terakhir tidak banyak berkembang. Sebanyak 25 RS yayasan berubah menjadi PT. Rumah sakit yayasan keagamaan menjadi semakin berat aspek ekonominya karena segmen yang dilayani harus menjangkau masyarakat ekonomi ke bawah. RS yayasan harus melayani Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang tarif DRG ( diagnostic related groups)-nya mungkin di bawah unit cost.

Selain itu, hal tersebut sebagian kurang efisien karena mempunyai biaya overhead besar dan "beban historis" berupa gedung-gedung dan peralatan tua, serta tanah luas di tengah kota yang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)-nya cukup tinggi. Perlu diperhatikan, selama bertahun-tahun, RS yayasan dan perkumpulan tidak mempunyai insentif pajak. Perlakuan pajak dan retribusi hampir sama dengan RS berbentuk PT.

Sementara itu, tidak banyak lagi sumbangan dana kemanusiaan dari luar. Hal ini berbeda dari zaman kolonial ketika sumbangan dana kemanusiaan banyak masuk. Di beberapa RS keagamaan bahkan terjadi arus sebaliknya. Ada dana masuk dari RS ke perkumpulan atau yayasan. Hal ini seperti subsidi dari orang sakit kepada orang sehat.

Mekanisme pasar

Dapat dilihat bahwa peran mekanisme pasar menguat di RS. RS-RS swasta cenderung mengubah menjadi PT yang menjangkau lebih ke masyarakat menengah-atas. Yang menarik, peran subsidi pemerintah pusat dan daerah menguat pula dengan diberlakukannya Jamkesmas dan berbagai subsidi untuk RS agar dapat menjangkau masyarakat miskin. Dalam keadaan ini, apakah perlu intervensi pemerintah yang lebih banyak lagi di masa depan?

Dengan menggunakan pendekatan industri, kebijakan intervensi pemerintah ke RS dapat dianalisis sebagai berikut. Ada intervensi pemerintah untuk menjangkau masyarakat miskin berupa jaminan kesehatan. Pada tahun 1999, setelah krisis, ada kebijakan Jaring Pengaman Sosial, kemudian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), dan sekarang menjadi Jamkesmas. Sementara itu, intervensi subsidi pemerintah langsung ke RS diberikan ke RS pemerintah pusat dan daerah.

Saat ini, RS pemerintah pusat (pendidikan) disubsidi besar untuk pengembangan teknologi agar mampu menjadi rumah sakit berkelas internasional ( world class hospital). Kebijakan ini tentu untuk menjangkau masyarakat Indonesia kaya atau miskin yang membutuhkan teknologi kedokteran tinggi.

Namun, masih ada kebijakan yang belum maksimal dilakukan, antara lain pengurangan pajak dan retribusi untuk RS publik agar menjangkau lebih banyak masyarakat miskin. Kebijakan ini sudah diamanahkan UU RS tahun 2009. Saat ini sedang disusun rancangan peraturan pemerintah tentang insentif pajak oleh Kementerian Kesehatan. Kebijakan ini tentu akan bertentangan dengan beberapa pasal dalam UU Pajak. Dengan demikian, masih perlu ada harmonisasi UU.

Intervensi berupa insentif pajak dan bea masuk untuk peralatan kedokteran sudah mulai dijalankan walaupun tidak banyak. Pajak penghasilan dokter kurang progresif dan belum dijalankan secara benar. Dengan maksimal pajak 35 persen, dirasakan masih kurang progresif.

Ada berbagai risiko apabila pasar RS dilepaskan tanpa intervensi kuat pemerintah.

Pertama, masyarakat miskin tidak dapat memperoleh manfaat atau memperoleh layanan dengan mutu rendah. Pelayanan RS bermutu hanya dijangkau oleh yang mampu. Bagi RS pemerintah dapat dipastikan kegiatan layanan tidak berjalan baik apabila tanpa subsidi.

Kedua , rumah sakit yayasan/perkumpulan yang menjangkau masyarakat miskin dan tidak efisien mempunyai risiko kalah bersaing dengan RS PT yang efisien dan tidak mempunyai misi sosial besar. Hal ini sudah terlihat di beberapa kota besar, RS keagamaan dari zaman kolonial ada yang mulai terdesak sementara pertumbuhan RS PT semakin cepat dalam 10 tahun terakhir. Di samping itu, tanpa kehadiran dana kemanusiaan, RS yayasan praktis dapat menjadi seperti RS PT dan kesan komersialisasi RS semakin kuat di Indonesia.

Dalam persaingan internasional, tanpa ada berbagai proteksi, RS di Indonesia semakin sulit bersaing dengan RS dari luar negeri. Apa artinya? Jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri semakin banyak, devisa semakin banyak keluar, dan martabat bangsa menjadi kurang.

Sementara itu, tanpa pajak penghasilan dokter yang lebih progresif akibatnya dokter bisa menjadi terlalu sibuk dan lelah, tarif dokter menjadi mahal, terjadi model bekerja sebagai kartel untuk menjamin adanya pendapatan tinggi, dan dokter muda menjadi kurang berkembang.

Sebagai penutup, diperlukan intervensi pemerintah yang lebih kuat untuk menghadapi dua front berbeda: penjangkauan masyarakat miskin dan penjangkauan masyarakat pengguna RS luar negeri. Ini adalah sungguh sebuah tantangan.

Laksono Trisnantoro Pengajar di Fakultas Kedokteran UGM


dari:
http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2010/06/25/ 0312396/pemerint ah.perlu. intervensi

 
---
ref: http://www.micronic s.info http://www.java- cafe.net http://www.apwkomit el.org http://www.facebook .com/people/ Rudi-Rusdiah/ 651699209
---





__._,_.___
Recent Activity:
SARANA MENCARI SOLUSI KEADILAN HUKUM DI INDONESIA
Mailing List Hukum Online adalah wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkonsultasi untuk saling membantu sesama. Isi diluar tanggung jawab Moderator.

Sarana berdiskusi dengan santun, beretika dan bertanggung-jawab serta saling menghargai dan tidak menyerang hasil pemikiran orang / pendapat orang lain.

Salam Hukum Online
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

No comments:

Google