Tuesday, December 21, 2010

[Hukum-Online] Rokok Bisa Bayar Utang Negara

 

Jika Ditabung 10 Tahun, Sumbangan Industri Rokok Bisa Buat Bayar Utang Negara 

Jakarta
- Kontribusi industri rokok terhadap pendapatan negara cukup besar melalui penerimaan cukai dan pajak lainnya. Saking besarnya, jika diakumulasikan kontribusi industri rokok bisa membantu membayar utang negara.

"Apabila selama 10 tahun hasil pendapatan (cukai) industri rokok kretek ditabung, industri kretek bisa membayar utang negara," kata Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran di acara diskusi Masyarakat Bangga Produk Indonesia di Jakarta, Kamis (16/12/2010).

Ismanu mengatakan saat ini industri rokok khususnya industri kretek mengalami banyak tantangan dari dalam dan luar negeri. Misalnya saja produk rokok kretek Indonesia saat ini terkena diskriminasi perdagangan oleh AS.

Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto mengatakan industri rokok kretek harus dihargai sebagai industri yang berbasis warisan budaya. Sehingga perlu penyikapan yang bijak terhadap industri ini.

Ia mengakui sekarang banyak aliran dana asing ke dalam negeri dalam rangka memerangi industri hasil tembakau. Hal ini bisa terlihat dari adanya kampanye anti tembakau di dalam negeri, meski ia mengingatkan kampanye tersebut harus dilihat seimbang apakah tujuan murni dari kepentingan kesehatan atau terselip kepentingan industri rokok putih.

Menurutnya tudingan mengganggu kesehatan sebagai imbas rokok perlu juga dilihat secara menyeluruh karena sektor lain seperti otomotif roda dua maupun roda empat banyak memicu korban jiwa karena kecelakaan lalu lintas.

"Kalau bicara human capital korban, itu bukan hanya terjadi di rokok, tetapi di otomotif juga kesalahan itu pada penumpang masing-masing. Industri rokok nggak salah, yang salah yang merokok," ucapnya.

Ditempat yang sama Sekjen Kementerian Perdagangan Ardiansyah Parman menambahkan kontribusi industri rokok bukan hanya pada penerimaan negara namun kontribusi penyerapan tenaga kerja hingga jutaan orang mencakup petani dan pekerja pabrik rokok.

"Kontribusi ekspor industri rokok mencapai US$ 400 juta. Industri ini melibatkan 2 juta petani tembakau," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada tahun 2007 jumlah industri rokok mencapai 4.793 perusahaan, lalu terus mengalami penurunan pada tahun 2010 jumlahnyaa menjadi 2600 perusahaan, penurunan ini terkait penanganan rokok ilegal.

Pada tahun 2007 produksi rokok mencapai 231 miliar batang, lalu pada tahun ini diperkirakan mencapai 248 miliar batang. Pendapatan negara dari cukai hasil tembakau pada tahun 2007 mencapai Rp 43,54 triliun, lalu pada tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp 59 triliun dan pada tahun 2011 ditargetkan mencapai Rp 60 triliun.

Dalam roadmap industri hasil tembakau setidaknya ada tiga tahapan aspek prioritas pemerintah pada sektor ini.

  • Periode 2007-2010 diprioritaskan pada aspek tenaga kerja dan penerimaan negara.
  • Periode 2010-2015 diprioritaskan pada aspek penerimaan dan kesehatan
  • Periode 2015-2020 diprioritaskan pada aspek kesehatan.

Pemerintah melalui Perpres Kebijakan Industri Nasional (KIN) menetapkan bahwa industri hasil tembakau sebagai salah satu industri prioritas.

(hen/qom)

http://www.detikfinance.com/read/2010/12/16/122641/1526284/4/jika-ditabung-10-tahun-sumbangan-industri-rokok-bisa-buat-bayar-utang-negara


RPP Tembakau Sarat Kepentingan Asing


JAKARTA--MICOM: Pakar Nano Biologi yang juga Guru Besar Biologi Sel dan Molekuler Program Pasca Sarjana Biomedik Universitas Brawijaya Malang Prof Dr Sutiman B Sumitro menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau sebagai zat adiktif dan berharap MK menggugurkan RPP tersebut.

Isu, terutama  rokok kretek yang berkembang menjadi stigma, tidak menggunakan survei dengan sample puluhan ribu orang dengan sebaran yang mencakup sebagian besar etnik di Indonesia. RPP itu memperlemah industri rokok dan mengingkari kenyataan bahwa merokok dan bercocok tanam tembakau merupakan budaya bangsa yang tentunya tidak mudah diubah selain berisiko memperlemah sendi-sendi perekonomian dan sosial budaya bangsa.

Sutiman mengemukakan hal itu sebagai saksi ahli, di depan Majelis Hakim MK, di Jakarta, Selasa (14/12). Menurut dia, rokok kretek sifatnya sangat kompleks, sarat kepentingan dan melibatkan nasib puluhan juta orang serta asset ratusan triliun rupiah. Keputusan yang berisiko mengakhiri industri kretek, mengharuskan adanya penyelesaian melalui program penelitian berskala nasional, yang dilakukan secara seksama, sungguh-sungguh meliputi semua aspek kehidupan baik kesehatan, pendidikan, sosial, budaya, psikologi maupun ekonomi dengan keberpihakan yang jelas  kepada kepentingan bangsa.

Sutiman mencurigai isu rokok kretek merugikan kesehatan yang menjadi acuan RPP, merupakan bagian dari  skenario bisnis perusahaan rokok multinasional dalam jangka panjang. Saat ini aktivitas jangka pendek mereka adalah fokus mencaplok industri rokok lokal yang mulai ancang-ancang pindah core business.

Sampoerna disebutkan sudah dilepas ke Phillip Morris dan PT Bentoel pindah tangan ke BAT, sementara itu PT Gudang Garam sudah mulai ancang-ancang memperkuat sektor bisnis ke bidang energi demikian juga PT Djarum. Lobi industri asing mengokohkan bisnis rokok mereka dalam jangka panjang di Indonesia dengan mencaplok industri rokok domestik. "Kontroversi anti dan properokok dijadikan alat strategi bisnis jangka pendek agar dapat mendorong pengalihan aset secara murah dan mudah," kata Sutiman.

Ia gundah melihat sedikit sekali pengambil keputusan berupaya memperjuangkan kepentingan bangsa dalam perspektif yang lebih komprehensif dan menukik pada akar masalah yaitu keberdayaan sebagai bangsa Indonesia. Di kancah bisnis global bangsa ini sering termakan isu internasional dan akhirnya mengalahkan atau mengecilkan isu riil permasalahan rakyat. Contohnya,  pemerintah kalang kabut menanggulangi isu flu burung meski korbannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan korban kecelakaan lalu lintas. Demikian juga menghadapi isu kurang gizi, keterbelakangan mental dan lemahnya pendidikan. Hal-hal  tersebut  justru  tersisihkan.

Sutiman yang juga  Dekan Fakultas Sain dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur itu mengungkapkan, hasil penelitian dosen Universitas Brawijaya tentang Nano Biologi pada asap rokok kretek, telah membuka peluang untuk memodifikasi asap kretek menjadi sangat menyehatkan bagi kesehatan. Nano biologi bisa menjinakkan asap kretek dan dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit akut, menyuburkan dan meningkatkan kualitas tanaman pangan.

Komponen asap rokok berupa partikel asap dalam variasi ukuran 1-10.000 nanometer yang merupakan  konfigurasi gabungan nonkimiawi dari  kombinasi ribuan komponen senyawa organik, memang merugikan kesehatan bila dipaparkan secara sendiri-sendiri. Namun kenyataannya, sifat partikel gabungan ini sangat berbeda dibandingkan sifat masing-masing komponen penyusunnya. Seperti halnya lulur, menyebabkan iritasi pada kulit bila komponennya dioleskan secara sendiri-sendiri, namun bila dioleskan secara gabungan membuat kulit lebih sehat dan halus

Nano Biologi, kata Sutiman, mengubah asap menjadi media transfer energi skala ukuran millivolt yang bermanfaat dalam sistem fisiologi tubuh normal. Sayang sekali fakta ilmiah semacam ini tidak pernah diperhatikan industri rokok kretek Indonesia, karena mereka tidak punya unit riset dan pengembangan produk memadai. 

Ditinjau dari asset dan volume perdagangan rokok di Indonesia, riset seperti ini sesungguhnya gampang direalisasikan.  Riset inovasi semacam ini akan menukik pada akar masalah menghilangkan stigma negatif rokok kretek, dan tentunya jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk lobi dan iklan yang konon mencapai lebih dari 60% biaya produksi. (RO/OL-2)

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/12/16/188422/92/14/RPP-Tembakau-Sarat-Kepentingan-Asing

EKSPOR ROKOK KRETEK
Ekspor rokok kretek 2010 naik 25,83%

JAKARTA. Nilai ekspor rokok kretek lokal tahun ini meningkat 25,83% menjadi US$ 357,05 juta. Tahun lalu, nilai ekspor rokok kretek Indonesia sebesar US$ 283,75 juta.

Negara-negara tujuan ekspor rokok kretek terbesar masih dari Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura. "Peningkatan ekspor kretek ini terjadi karena kita tidak kesulitan memperoleh bahan baku, sulpai tembakau kita sangat mencukupi untuk produksi," ujar Ardiansyah Parman, Sekertaris Jenderal Kementerian Perdagangan, kemarin (16/12).

Kontribusi ekspor industri rokok terhadap pendapatan negara secara keseluruhan mencapai US$ 400 juta. Sekitar Rp 60 triliun berasal dari rokok kretek. Di Indonesia saat ini ada sekitar 2 juta petani tembakau untuk memasok bahan baku tembakau.

http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/54700/Ekspor-rokok-kretek-2010-naik-2583


Pro Industri Rokok Ingatkan Soal Pajak
Minggu, 5 Desember 2010 | 21:46 WIB

Koalisi Cinta 100 persen Indonesia saat menggelar aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Merdeka Selatan, Senin (1/11/2010) lalu.

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekelompok penyokong kepentingan industri rokok tetapi menyebut diri Koalisi Cinta 100 Persen Indonesia (KCI), mulai terang-terangan menentang Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.

Kalau bicara kesehatan, polusi akibat kendaraan bermotor jauh lebih mengancam kesehatan masyarakat. Data menunjukkan, Jakarta sudah masuk fase mengkhawatirkan terkait polusi karbon ini.

KCI mengklaim beranggotakan Komunitas Kretek, Komunitas Jamu Indonesia, Aliansi Pecinta Batik, Srikandi Indonesia dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia.

Koordinator KCI, Suroso, menyatakan, penerimaan pajak pemerintah DKI Jakarta dari sektor industri jasa dan hiburan akan turun akibat terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2010 yang mewajibkan penghapusan ruang merokok di area gedung.

"Aturan ini akan menurunkan pengunjung di industri hiburan dan jasa. Ini tentunya berimbas pula terhadap penerimaan pajak dari sektor ini," kata Suroso. Ia bersama sejumlah orang menggalr aksi menolak Pergub No 88/2010 di depan Plaza Indonesia, Jakarta, Minggu (5/12/2010).

Aksi serupa juga digelar di sembilan pusat perbelanjaan lain di Jakarta. Mengutip Data Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Suroso mengatakan, pada 2009 penerimaan DKI  Rp 1,8 triliun dari pajak industri jasa dan hiburan yang terdiri dari pajak hotel Rp 708 miliar, pajak restoran Rp 670 miliar, pajak hiburan Rp 300 miliar dan pajak parkir sebesar Rp 140 miliar.

Oleh karena itu, KCI mendesak Gubernur DKI Fauzi Bowo mencabut Pergub No 88/2010, dan memberlakukan kembali Pergub No 75/2005 yang masih mengizinkan ruang merokok di dalam gedung yakni di area khusus merokok.

"Rokok ini, kan masih komoditas legal, bukan jenis obat terlarang. Lagipula negara banyak mengambil keuntungan dari komoditas ini," kata Suroso.

Suroso menilai, pemberlakuan Pergub No 88/2010 lebih bermotif pencitraan daripada demi melindungi kesehatan karena saat ini pemerintah DKI terus disorot terkait masalah banjir dan kemacetan lalu lintas.

"Kalau bicara kesehatan, polusi akibat kendaraan bermotor jauh lebih mengancam kesehatan masyarakat. Data menunjukkan, Jakarta sudah masuk fase mengkhawatirkan terkait polusi karbon ini," katanya.

Pada bagian lain, Suroso kembali mengingatkan pemerintah pusat dan daerah agar tidak mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan kematian industri hasil tembakau, karena jutaan orang menggantungkan hidupnya dari sektor ini.    

"Industri hasil tembakau, khususnya kretek, merupakan salah satu nadi besar struktur industri nasional kita," katanya.


http://nasional.kompas.com/read/2010/12/05/21460066/Pro.Industri.Rokok.Ingatkan.Soal.Pajak


Petani Tembakau Tolak Peraturan Pembatasan Tembakau

Kamis, 16 Desember 2010 | 14:01 WIB

TEMPO Interaktif, Surabaya  - Petani tembakau yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Jawa Timur, Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Timur, menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau yang saat ini sedang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan.

Ketua Umum AMTI Jawa Timur Soedaryanto mengatakan, penolakan didasari isi dari RPP yang di dalamnya banyak berisi larangan yang berpotensi membunuh petani tembakau. Dalam RPP itu, setidaknya berisi pengaturan kawasan tanpa rokok, peringatan kesehatan berupa gambar pada kemasan produk tembakau, larangan menjual produk tembakau kepada anak, serta larangan total untuk iklan, sponsor maupun promosi tembakau.

"Kami bisa memaklumi larangan untuk anak, peraturan yang lebih ketat bisa kami terima, tapi sangat tidak masuk akal kalau sponsor maupun iklan dilarang," kata Soedaryanto, dalam acara jumpa pers di Surabaya, Kamis (16/12).

Padahal, tembakau bukanlah barang yang haram dan ilegal, sehingga komunikasi antara penjual dan pembeli harus tetap dijaga. Apalagi komunikasi melalui iklan produk tembakau juga telah diatur dengan larangan memperlihatkan produk aslinya.

Sekretaris Jenderal Formasi Wahyu Hidayat menambahkan, larangan terberat yang tidak bisa diterima adalah keharusan untuk mencetak gambar sebesar 50 persen di depan dan belakang kemasan rokok. "Kalau ini diterapkan, gambar larangan juga harus dicetak besar di bungkus dan slof rokok," kata dia.

Jika RPP disetujui, dipastikan akan membunuh industri rokok yang ujungnya juga mematikan seluruh petani tembakau. Padahal, dari data yang dikutip dari Nota Keuangan dan RAPBNP Departemen Keuangan 2010 di halaman 154 menunjukkan di tahun 2009, industri rokok menyumbang pendapatan terhadap negara mencapai Rp 55 triliun atau sekitar 6,5 persen dari total pendapatan negara.

Selain itu, industri tembakau di Indonesia saat ini mempekerjakan sebanyak 6 juta tenaga kerja yang terbagi 2 juta petani dan buruh tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600 ribu di sektor manufaktur, dan 2 juta pedagang, pengecer maupun distributor.

Karena itu, dengan Formasi mendesak kepada Presiden untuk menghentikan proses penyusunan RPP tembakau dan meminta pemerintah melibatkan semua pemangku kepentingan dalam menyusun ulang RPP tentang tembakau ini.

Fatkhur Rohman Taufiq
 http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2010/12/16/brk,20101216-299381,id.html


Tembakau, antara Harapan dan Kepedihan
Kamis, 16 Desember 2010 | 08:01 WIB
KOMPAS/LASTI KURNIA
Ilustrasi

KOMPAS.com — Tembakau adalah ikon Temanggung. Bukan hanya karena menjadi gantungan hidup banyak warga, melainkan juga karena kualitas tembakau di daerah ini konon terbaik di Indonesia. Tembakau memang menopang kesejahteraan. Namun, sesungguhnya tembakau juga menjadi bagian kisah sedih bagi petani wilayah ini.

Usai panen, setelah dikurangi berbagai biaya dan utang, Surahmin mengaku sisa uang panen tembakaunya sekitar Rp 300.000. Untuk musim tanam berikutnya, mereka utang lagi.

Nurtantiyo Wisnubrata, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung, mengungkapkan, saat ini ada sekitar 47.500 keluarga di Temanggung yang menjadi petani tembakau. Jika satu keluarga rata-rata terdiri atas 5 orang, maka ada 237.500 jiwa yang bergantung pada tembakau atau 33,5 persen dari total jumlah penduduk Temanggung sebanyak 708.109 jiwa (2010).

Jumlah itu belum termasuk buruh penggarap sawah, buruh petik, buruh rajang, buruh angkut, hingga pedagang tembakau. "Kami perkirakan 70 persen warga Temanggung bergantung pada tembakau," ujar dia.

Luasan tanaman dari tahun ke tahun pun cenderung naik. Tahun 2007, luasan lahan tembakau 11.750 hektar, tahun 2008 (12.500 hektar), 2009 (13.581 hektar), dan tahun 2010 seluas 14.500 hektar. Dengan rata-rata produktivitas antara 800 kilogram dan 1.000 kilogram tembakau kering, total produksi tembakau di wilayah ini antara 11.600 ton dan 14.000 ton tembakau kering.

Meskipun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif kian membatasi ruang gerak industri rokok, permintaan terhadap tembakau Temanggung justru kian meningkat dari industri-industri rokok di Tanah Air.

Untuk tahun 2010 saja, kuota pembelian tembakau Temanggung dari tiga perusahaan rokok besar mencapai 17.500 ton, terdiri dari PT Gudang Garam mengajukan kuota pembelian sebanyak 8.500 ton, PT Djarum (4.500 ton), dan PT Bentoel (4.500 ton). Itu belum termasuk permintaan dari pabrik-pabrik rokok yang kecil, yang lebih besar dari tahun 2009.

Ketimpangan antara permintaan dan jumlah produksi tembakau petani itu untuk tahun 2010 kian tajam, mengingat cuaca buruk yang terjadi sepanjang tahun. Curah hujan tinggi pada 2010 ini diperkirakan menurunkan produksi tembakau di Temanggung hingga 40 persen.

Akibatnya, harga tembakau pun melonjak. Menurut Mujiyono (52), salah satu pedagang tembakau di Parakan, saat ini harga tembakau Temanggung kelas D (bagus) menembus Rp 80.000 per kilogram atau naik dibanding 2009 yang senilai Rp 60.000. Adapun kategori sedang berkisar Rp 50.000-Rp 60.000 per kilogram, sementara kualitas bawah Rp 20.000-Rp 40.000 per kilogram.

Namun, berbagai indikasi positif dalam bisnis tembakau itu adalah, apakah hal ini tecermin dari kemakmuran petaninya?

Pada tahun 1970-an hingga pertengahan 1990-an, menurut Mujiyono, petani tembakau Temanggung memang pernah berjaya. Dengan rasanya yang enak, tembakau Temanggung diincar banyak perusahaan rokok. "Banyak orang yang kemudian kaya karena menanam tembakau saat itu," ujar Mujiyono.

Jebakan utang

Namun, sejak tahun 2000-an, kondisi petani kian sulit. Ongkos tanam tembakau kian tinggi seiring makin mahalnya pupuk, obat-obatan, ongkos garap, sewa lahan, dan biaya hidup sehari-hari. Selain itu, ketergantungan pupuk kimia dan pestisida bertahun-tahun membuat tanah kian rusak sehingga tanaman semakin mudah terserang penyakit. Otomatis, ongkos tanam terus melonjak.

Surahmin (50), petani di Desa Kledung, Kecamatan Kledung, tiap musim tanam tembakau tiba menanam di lahannya seluas 1.500 meter persegi. Untuk menanam hingga benih tertancap setidaknya butuh Rp 1,5 juta. Biaya itu antara lain untuk beli pupuk, benih, dan ongkos penggarapan. Setelah itu, harus siap dana Rp 200.000 untuk obat-obatan, ongkos petik, merajang, dan angkut.

"Pokoknya, total sampai menjual itu, saya habis Rp 2,7 juta. Itu utang dulu," kata dia.

Seusai panen, setelah dikurangi berbagai biaya dan utang, Surahmin mengaku sisa uang panen tembakaunya sekitar Rp 300.000. Untuk musim tanam berikutnya, mereka utang lagi.

Terjebak utang memang jadi problem terbesar para petani tembakau di Temanggung. Menurut Surahmin, selain biaya tanam yang kian besar, jebakan utang juga berasal dari gaya hidup petani yang konsumtif.

Pemerintah diharapkan juga membantu mencarikan skema kredit khusus bagi petani tembakau agar bisa memutus ketergantungan atas utang berbunga tinggi. (M Burhanudin)


Kompas Cetak http://oase.kompas.com/read/2010/12/16/08012757/Tembakau..antara.Harapan.dan.Kepedihan-3

__._,_.___
Recent Activity:
SARANA MENCARI SOLUSI KEADILAN HUKUM DI INDONESIA
Mailing List Hukum Online adalah wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkonsultasi untuk saling membantu sesama. Isi diluar tanggung jawab Moderator.

Sarana berdiskusi dengan santun, beretika dan bertanggung-jawab serta saling menghargai dan tidak menyerang hasil pemikiran orang / pendapat orang lain.

Salam Hukum Online
.

__,_._,___

No comments:

Google