Eggi Sudjana Ajukan PK Perkara Penghinaan Presiden
Dalam memori PK, Eggi beranggapan putusan MA mengabaikan dan mengkhianati ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP
Meski sudah tiga kali menelan kekalahan dalam perkara penghinaan presiden, Eggi Sudjana tak patah arang. Kamis (1/6), Eggi yang juga berprofesi advokat ini mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan kasasi yang menguatkan putusan tingkat pertama dan banding. Sebagaimana telah diberitakan, majelis hakim pada PN Jakarta Pusat memvonis Eggi dengan pidana penjara selama tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan.
Perkara ini merupakan "buntut" dari pernyataan Eggi Sudjana pada Januari 2006 silam tentang rumor pemberian mobil Jaguar kepada sejumlah pejabat tinggi di negeri ini. Nama Presiden SBY termasuk yang turut disebut Eggi. Gara-gara pernyataannya ini, Eggi ditetapkan tersangka hingga akhirnya divonis pengadilan karena dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana penghinaan dengan sengaja terhadap presiden.
Eggi dikenakan pasal 134 jo Pasal 136 bis KUHP. Dalam putusan kasasi, majelis hakim agung menyatakan apa yang diucapkan merupakan hak politik Eggy sebagai warga negara. Tapi nyatanya, rumor tersebut telah meresahkan para pihak yang disebut-sebut Eggi. Majelis berpendapat hal itu tergolong penghinaan.
Dalam memori PK, Eggi menuding majelis kasasi telah melakukan kekhilafan dan kesalahan yang nyata. Eggi menilai baik majelis hakim di Mahkamah Agung maupun pengadilan tingkat pertama dan banding mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review pasal penghinaan presiden yang diatur dalam KUHP.
Putusan kasasi keluar pada tanggal 24 September 2008. Sementara, 6 Desember 2006, MK dalam putusan Nomor 13-22/PUU-IV/2006 telah menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP bertentangan dengan UUD 1945, sehingga tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam memori PK, Eggi beranggapan putusan MA mengabaikan dan mengkhianati ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP. Pasal itu berbunyi, "jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya". Menurut Eggi, putusan MK yang membatalkan pasal 134, 136 bis, dan 137 menimbulkan konsekuensi diterapkannya ketentuan yang paling menguntungkan bagi dirinya.
Namun, putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi tidak melihat putusan MK. Eggi menilai Hakim telah menyalahgunakan kewenangannya karena tidak menerapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Karena, pada saat putusan dibacakan, pasal 134, 136 bis, dan pasal 137 telah dibatalkan.
Karenanya, melalui pengajuan PK, Eggi meminta MA untuk membatalkan putusan pengadilan negeri hingga kasasi, dan menyatakan demi hukum Eggi secara sah tidak terbukti melakukan tindak pidana dan membebaskannya dari segala dakwaan. Eggi juga meminta pemulihan nama baik kedudukan dan harkat martabatnya sebagaimana semula.
Dalam putusan kasasi, majelis hakim mengakui bahwa MK memang telah membatalkan Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 KUHP. Namun, merujuk pada pendapat Prof Romly Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana, majelis hakim menyatakan putusan MK tersebut berlaku untuk masa yang akan datang dan tidak bisa berlaku surut.
Majelis Hakim menganggap, tindakan Eggi dilakukan sebelum adanya putusan MK. Sehingga pasal-pasal yang telah dicabut MK tersebut masih memiliki kekuatan hukum terhadap tindakan Eggi.
DNY
Perkara ini merupakan "buntut" dari pernyataan Eggi Sudjana pada Januari 2006 silam tentang rumor pemberian mobil Jaguar kepada sejumlah pejabat tinggi di negeri ini. Nama Presiden SBY termasuk yang turut disebut Eggi. Gara-gara pernyataannya ini, Eggi ditetapkan tersangka hingga akhirnya divonis pengadilan karena dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana penghinaan dengan sengaja terhadap presiden.
Eggi dikenakan pasal 134 jo Pasal 136 bis KUHP. Dalam putusan kasasi, majelis hakim agung menyatakan apa yang diucapkan merupakan hak politik Eggy sebagai warga negara. Tapi nyatanya, rumor tersebut telah meresahkan para pihak yang disebut-sebut Eggi. Majelis berpendapat hal itu tergolong penghinaan.
Dalam memori PK, Eggi menuding majelis kasasi telah melakukan kekhilafan dan kesalahan yang nyata. Eggi menilai baik majelis hakim di Mahkamah Agung maupun pengadilan tingkat pertama dan banding mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review pasal penghinaan presiden yang diatur dalam KUHP.
Putusan kasasi keluar pada tanggal 24 September 2008. Sementara, 6 Desember 2006, MK dalam putusan Nomor 13-22/PUU-IV/
Dalam memori PK, Eggi beranggapan putusan MA mengabaikan dan mengkhianati ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP. Pasal itu berbunyi, "jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya"
Namun, putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi tidak melihat putusan MK. Eggi menilai Hakim telah menyalahgunakan kewenangannya karena tidak menerapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Karena, pada saat putusan dibacakan, pasal 134, 136 bis, dan pasal 137 telah dibatalkan.
Karenanya, melalui pengajuan PK, Eggi meminta MA untuk membatalkan putusan pengadilan negeri hingga kasasi, dan menyatakan demi hukum Eggi secara sah tidak terbukti melakukan tindak pidana dan membebaskannya dari segala dakwaan. Eggi juga meminta pemulihan nama baik kedudukan dan harkat martabatnya sebagaimana semula.
Dalam putusan kasasi, majelis hakim mengakui bahwa MK memang telah membatalkan Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 KUHP. Namun, merujuk pada pendapat Prof Romly Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana, majelis hakim menyatakan putusan MK tersebut berlaku untuk masa yang akan datang dan tidak bisa berlaku surut.
Majelis Hakim menganggap, tindakan Eggi dilakukan sebelum adanya putusan MK. Sehingga pasal-pasal yang telah dicabut MK tersebut masih memiliki kekuatan hukum terhadap tindakan Eggi.
DNY
__._,_.___
SARANA MENCARI SOLUSI KEADILAN HUKUM DI INDONESIA
Mailing List Hukum Online adalah wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkonsultasi untuk saling membantu sesama. Isi diluar tanggung jawab Moderator.
Sarana berdiskusi dengan santun, beretika dan bertanggung-jawab serta saling menghargai dan tidak menyerang hasil pemikiran orang / pendapat orang lain.
Salam Hukum Online
Mailing List Hukum Online adalah wadah untuk saling bertukar pikiran dan berkonsultasi untuk saling membantu sesama. Isi diluar tanggung jawab Moderator.
Sarana berdiskusi dengan santun, beretika dan bertanggung-jawab serta saling menghargai dan tidak menyerang hasil pemikiran orang / pendapat orang lain.
Salam Hukum Online
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment